MAKALAH
HISTORIOGRAFI ISLAM
MASA
HISTORIOGRAFI ISLAM
PADA
MASA KLASIK (650-1250 M)
KELOMPOK:
V
ABDUL
SALAM (13210004)
AHMAD
FITRA (13210013)
AL-RASYID
(13210016)
ANICA
(13210035)
DOSEN PEMBIMBING: YUDI ,
M.Hum
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Segala puji
bagi Allah SWT. Karena berkat serta inayah dari-Nya kami kelompok 5 dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Historiografi Islam yang berjudul “Masa
Historiografi Islam pada Masa Klasik” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan kami dalam pembuatan
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Historiografi Islam, Selain itu
juga kami dapat mempelajari serta memahami masalah-masalah perkembangan
Historiografi Islam pada Masa Klasik.
Tugas ini kami buat berdasarkan dari
beberapa sumber buku yang tentunya kami pelajari terlebih dahulu sebelum kami
menyusun dan membentuknya menjadi pokok bahasan dari kelompok kami. Semoga
setelah terselesainya makalah ini dapat memberi wawasan pengetahuan bagi semua
mahasiswa Pendidikan Agama Islam khususnya pada kelas Pendidikan Agama Islam 01
tahun ajaran 2013-2014.
Adapun kalau ada kesalahan dalam
penyusunan makalah kami mohon Bapak sebagai Dosen Pengasuh dalam mata kuliah
Historiografi Islam memaklumi dan meluruskan apabila terdapat kesalahan baik
itu dalam penulisan makalah maupun pokok bahasan yang dikupas dalam bahasan ini
agar kami dapat memahami dengan benar sesuai dengan sejarah, fakta dan kejadiannya.
Agar nantinya kami tidak mendapat kekeliruan.
Sekian
pengantar dari kami kelompok 5, kami hanturkan banyak terimakasih. Wassalamu’alaikum warrahmtullahi wabarakatuh.
Palembang,
18 Maret 2014
DAFTAR ISI
Kata Pengantar1
Daftar Isi2
Bab I
PENDAHULUAN3
A.Latar
Belakang3
B.Rumusan Masalah3
Bab II PEMBAHASAN4
A.Sejarah Historiografi Islam di Masa Klasik 4
B.Sumber
Penulisan Sejarah di Masa Klasik6
C.Tema-tema Historiografi di Masa Klasik9
Bab III PENUTUP14
Kesimpulan................................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada awal sebelum masuknya Islam ke belahan dunia,
banyak juga peninggalan sejarah orang terdahulu yang belum pernah diketahui
oleh manusia. Karenanya sejak Islam
masuk maka banyak temuan-temuan yang dapat diketahui oleh manusia melalui
peninggalan sejarah baik itu melalui lisan maupun tulisan. Tahap melalui lisan biasanya disampaikan dari
manusia ke manusia yang lain berupa berita yang didapat dari sumber sejarah
yang dapat dipercaya. Sedangkan melalui tulisan yaitu diketahui melalui
jalannya historiografi Islam dalam berbagai masa termasuk masa klasik.
Penulisan sejarah (historigrafi) membutuhkan sumber yang
bergama, dan pengetahuan yang bermacam-macam. ia juga dibuthkan perhitungan
yang tepat, dan ketekunan. Kedua sifat ini membawa sejarawan pada kebenaran,
dan menyelamatkan mereka dari ketergelinciran dan kesalahan,kali ini pemakalh
akan mebahas tentang historiografi pada masa penulisan awal diman terdiri dari
bebarapa pembahasan yang di antaranya tentang dinasti, biografi dan al ansab.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana
perkembangan historiografi pada masa klasik?
b.
Dari
manakah sumber yang didapat dalam historiografi Islam pada masa klasik?
c. Apa saja tema-tema dalam
historiografi Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Historiografi Islam di Masa Klasik (650-1250 M)
Penulisan
sejarah Islam pertama kali masih bersifat Arab murni, tidak ada peran Persia
atau Yunani, dan penulis sejarahnya pada generasi pertama adalah orang-orang
Arab. Akan tetapi, dalam perkembangannya kemudian mendapat pengaruh dari Ahli
Kitab dan Persia. Generasi pertama penulis sejarah, dalam menulis mencantumkan isnad (rangkaian pemberi khabar).
Biografi ini dengan cepat berkembang. Al-Zuhri adalah orang pertama yang
mengembangkannya. Dia berusaha mengaitkan satu hadits dengan yang lain (Badri:1997, 45).
Menurut
Husein Nashshar menyimpulkan bahwa penulisan sejarah Arab Islam tumbuh dari dua
arus yang berbeda :
a. Arus lama, yang terdiri atas cerita-cerita khayal dan folklore, yang dipengaruhi oleh corak
sejarah Arab klasik yang disampaikan oleh narator-narator yang berpindah dari
Arab Utara, dalam bentuk al-ansab dan al-ayyam dan cerita-cerita tentang
raja-raja Arab Selatan, serta riwayat penaklukan mereka. Biasanya, arus lama
ini mengambil bentuk syair. Kisah-kisah ini tidak didasarkan atas penanggalan
(kronologis) kejadian, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya tidak ada
hubungannya.
b. Arus baru yang dimunculkan
Islam, yaitu arus biografi, yang terdiri atas berita-berita autentik dan
mendalam, cabang dari ilmu hadits, oleh karena itu melalui kritik dan seleksi,
terdiri dari kisah-kisah yang benar dan terkadang juga ada khayal yang terdapat
dalam diri rasul. Sejarawan mengumpulkan kisah-kisah itu, menyusunnya,
menghubung-hubungkan antara satu dengan yang lain, dengan disinari oleh
ayat-ayat al-Quran.
B.
Sumber
Penulisan Sejarah di Masa Klasik
Masa
Jahiliyah
Pada masa ini bangsa Arab sudah mengetahui peranan tulis
menulis. Mereka menganggap bahwa tulis menulis adalah salah satu unsur
kesempurnaan seseorang. Ibnu Saad
mengatakan, “Bangsa Arab Jahiliyah dan Permulaan Islam menilai bahwa orang yang
sempurna adalah yang dapat menulis, berenang, dan melempar panah”.[1] Bahkan Ibnu Habib al-Baghdadi sempat menulis
nama-nama bangsawan juga melakukan hal itu pada masa jahiliyah dan permulaan
Islam.[2]
Jadi pada masa jahiliyah bangsa Arab sudah
mengetahui peranan tulis menulis. Hanya
saja mereka tidak dapat menggunakannya sebagaimana mestinya. Hal ini karena kehidupan mereka sehari-hari
memang belum memerlukan hal itu. Namun
begitu banyak sumber menyebutkan bahwa masa sebelum datangnya agama Islam di
jazirah Arab sudah terdapat “kegiatan pendidikan dan penulisan”. Sumber yang didapat itu dari pendidikan
mengajar di mana kegiatan tersebut dilakukan diberbagai tempat seperti di
Makkah, Tarif, Anbar, Hijrah, dan Dumat al-Jandal, telah diadakan
majelis-majelis pendidikan untuk diajarkannya berbagai pengetahuan dan
penulisan. Mencatat syair termasuk
kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam kegiatan tersebut. Bahkan Mashdir al-Syi’r
al-Jahili (165) mengemukakan tidak sekedar mencatat syair, tetapi
masalah-masalah yang berkaitan dengan cerita perang, kehidupan sehari-hari,
kata-kata mutiara para pujangga, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan
kabilah itu selalu ditulisnya. Mereka
juga mencatat masalah hutang piutang dalam buku-buku lembaran pada waktu mereka
masuk Islam. Mereka juga mencatat
perjanjian-perjanjian, dokumen-dokumen dan sumpah-sumpah, di samping buku
agama, kata-kata mutiara, silsilah dan keturunannya .
Masa Permulaan Islam di Makkah
Tatkala Allah
bermaksud menyempurnakan nikmatnya di alam raya ini, Ia mengutus Muhammad SAW
sebagai Rasul. Begitu pula orang-orang yang pertama kali mendapat perintah
Allah SWT. Tetapi risalah Islam tidak
mungkin membiarkan keadaan seperti itu, sebab Islam menghendaki agar umatnya
melepaskan diri dari kebodohan karena ketidaktahuan terhadap tulis menulis
termasuk hal yang menghalangi masalah itu, maka perintah Allah yang pertama
kali diturunkan adalah perintah membaca sesuai dengan surah al-‘Alaq, 1-5.
Ayat-ayat pertama
yang dibebankan kepada Rasulullah SAW ini mengisyaratkan apa yang akan terjadi
tentang ilmu pengetahuan dalam Islam. Ketika Islam pun dapat beberapa orang
yang dapat menulis seperti disebutka oleh Baladzuri yaitu; Abu Bakar al-Siddiq,
‘Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash, Sufyan bin Harb, dan lain-lain.
Selain itu juga ada sejumlah wanita yang termasuk mengetahui tulis
menulis, seperti Ummul Mu’minin Hafsah, Ummu Kaltsum binti ‘Uqbah, al-Syifah
binti ‘Abdullah al-Quraisyiah, ‘Aisyah binti Saad, dan Karimah binti
al-Miqdad. Sedang Ummu mu’minin ‘Aisyah
dan Ummu Salamah hanya dapat membaca, dan secara umum tidak dapat menulis.[3]
Masa Permulaan Islam di Madinah
Setelah kaum Muslimin
hijrah ke Madinah, dakwah islam menemukan titik-titik cerahdi mana orang-orang
Ansar memeluk Islam. Keadaan pendidikan
juga mengalami perubahan sebab orang-orang Ansar yang hidup sebagai bangsa yang
diam dalam kebodohan.
Pada waktu Nabi masih tinggal di
Makkah, orang Ansar seperti Rafi’ bin Malik juga pernah menghadap Nabi untuk
belajar al-Qur’an, dan sesudah kembali ke Madinah ia mengajarkannya di
sana. Bahkan tidak cuma itu, mereka
meminta agar Nabi mengirimkan guru-guru untuk mengajarkan agama dan al-Qur’an
kepada mereka. Nabi pun mengirimkan
Mush’ab bin ‘Umair.
Begitulah, Nabi
sangat menaruh perhatian terhadap masalah pendidikan sejak beliau masih diperangi
musuh di Makkah. Dan sesudah hijrah Nabi
lebih leluasa mengembangkan ilmu. Dan
sejak itu pula beliau mengariskan kebijaksanaan-kebijaksanaandalam pendidikan
yang tidak ada bandingnya sampai sekarang.
Masa Bani Umaiyah
Berdasarkan pendapat
I. Goldziher dalam bukunya ‘Mohammedanische Studien’, Prof. Nicholson
berpendapat bahwa hal-hal yang berkaitan dengan tulisan-tulisan prosa masa
Umaiyah perlu mendapat catatan penting, sebab karya-karya mereka umumya sudah
punah. Dalam bidang sastra, semangat non
agama (atheis) dan non Islam telah mempengaruhi tulisan-tulisan mereka. Semangat yang sama juga mempengaruhi penyair
yang hidup di wilayah Daulah bani Umaiyah.
Dua penulis dari masa
ini yaitu Ubaid bin Syariyyah dan Wahb bin Munabbih yang memperoleh dorongan
penguasa di Damaskus untuk mempelajari sejarah.
Sedangkan Musa bin ‘Uqbah (w. 141 H) dan Ibnu Ishaq di mana keduanya
adalah penulis kisah-kisah perang Nabi (al-Maghazi), kemudian yang mengumpulkan
hadis-hadis Nabi adalah al-Zuhri dan yang menulis kitab tentang zuhud yaitu
Asad bin Musa (w. 132 H/749 M).
C.
Tema-Tema
Historiografi Islam di Masa Klasik
Bentuk dasar berposisi
sebagai karakter awal penulisan sejarah dalam tradisi Islam. Bentuk-bentuk ini
merupakan kerangka penulisan sejarah yang berisi kisah-kisah, syair-syair dan
bait puisi. Pendapat umum para peneliti historiografi tentang beberapa genre
awal penulisan sejarah di kalangan Islam dan Arab, adalah meliputi khabar,
annalistik (kronologis), catatan dinasti, thabaqat dan nasab.
Khabar
Khabar biasa diartikan sebagai
‘laporan’, ‘kejadian’ atau ‘cerita’. Biasanya lebih banyak berisi tentang
cerita-cerita peperangan dan kepahlawanan. Karakteristik khabar ditekankan dengan garis sanad
yang mendahului tiap-tiap khabar, dan hal itu akan dihilangkan bila
menginginkan keringkasan khabar itu atau sekedar menyingkirkan munculnya
kecermatan pengetahuan.
Dalam khazanah
historiografi, dapat disimpulkan tiga ciri khabar. Pertama, dalam khabar tidak terdapat hubungan sebab akibat antara dua atau
lebih peristiwa. Tiap-tiap khabar sudah melengkapi dirinya sendiri dan
tidak membutuhkan referensi pendukung.
Kedua, sesuai dengan ciri
khasnya yang berakar jauh sebelum Islam, cerita-cerita perang dalam bentuk khabar
tetap mempergunakan cerita pendek, memilih situasi dan peristiwa yang disenangi
dan kadang menyalahi kejadian yang sebenarnya. Peristiwa selalu disajikan dalam
bentuk dialog antar pelaku sehingga memudahkan ahli sejarah dalam melakukan pembacaan
dan analisa.
Ketiga, bentuk khabar
cukup bervariasi, sebagai cerita pertempuran yang terus-menerus dan sebagai
suatu ekspresi yang artistik, khabar juga disajikan dalam bentuk puisi
serta syair-syair. Banyak sedikitnya syair tergantung kemauan dan ekspresi
psikologis penulis.
Terdapat pertanyaan yang
agak mengganjal tentang kapan karya pertama berbentuk khabar ada dalam
penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang Islam. Literatur Islam permulaan
tidak menyediakan jawaban, sementara sumber-sumber bibliografi dan kutipan
penulis kontemporer juga tidak membantu. Dengan demikian terjadi jurang pemisah
antara literatur Arab yang asli dengan organisasi penerbit buku-buku Islam.
Bentuk khabar di
dalam berbagai ragamnya terdapat pula dalam sejarah Muslim, walaupun mereka
membatasi kepada catatan peristiwa-peristiwa saja atau menulis nama-nama tanpa
ada penjelasan lanjut. Sebagaimana bentuk-bentuk dasar lainnya, jarang sekali
muncul apa yang disebut bentuk murni. Biasanya selalu dikombinasikan dengan
unsur-unsur lain dalam penulisan sejarah. Sehingga, sebagai misal, dalam
menyajikan biografi Nabi Muhammad sudah dilengkapi dengan nasab
(silsilah) dan informasi lain seperti daftar nama sahabat yang berjasa dan
dikenang dalam perjuangannya.
Ilmuwan sejarah yang menulis
dalam bentuk khabar ini diantaranya adalah: Abu Mihnaf Luth Ibn Yahya
(w. 774 M) dan al-Haitsam Ibn ‘Adi (w. 821 M) yang karyanya berupa kumpulan
monograf dalam bentuk khabar dan nasab. Juga terdapat nama ‘Ali
Ibn Muhammad al-Madaini (w. 831 M) yang salah satu karyanya berjudul Al-Murdifat
min Quraisy (Wanita Quraisy yang Poliandri).
Selanjutnya, pada
tahun-tahun kehidupan penulis itu pula historiografi dalam bentuk khabar
sebagai bentuk yang berdiri sendiri dalam sejarah mulai berakhir, bentuk selanjutnya
mengarah pada kronologi.
Analitik
Analitik berasal dari kata
dasar anno (tahun). Historiografi dalam bentuk analitik merupakan bentuk
khusus penulisan sejarah dengan menggunakan kronologis, yaitu pencantuman
kejadian tiap tahun. Biasanya dimulai dengan kalimat “dalam tahun pertama” atau
“ketika masuk tahun kesembilan”. Penyajian dalam bentuk ini sepenuhnya
berkembang pada masa al-Thabari (wafat 310 H). Karya sejarah permulaan terbit
pada dasawarsa pertama abad ke-10 M dan diteruskan sampai tahun 915 M.
Al-Thabari bernama lengkap
Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir ibn Yazid al-Thabari al-‘Amuli, adalah seorang
penulis sejarah yang terkemuka. Namun pada masanya beliau lebih dikenal sebagai
ahli fiqih, bahkan Ibn Nadhim menyejajarkannya dengan imam Malik dan Syafi’i.
Dalam perjalanan hidupnya, banyak kitab yang telah dikarang, seperti Tarikh
al-Umam wa al-Muluk, Adab al-Manasik, Adab al-Nufus dan Tahdzib Atsar.
Yang masih diperdebatkan adalah tentang afiliasi politik al-Thabari terhadap
Syi’ah Rafidhah.
Namun, sebelum al-Thabari
juga telah berkembang penulisan dalam bentuk analitik, misalnya: (1) Sejarah Khalifah
Ibn Hayyat yang ditulis sampai tahun 847 M sebagai bentuk analitik yang
memulai uraiannya mengenai arti tarikh dan uraian singkat mengenai sirah
nabawiyah, (2) Kitab sejarah dari Ya’qub ibn Sufyan (wafat 891 M) yang
ditulis berdasar urutan tahun dengan beberapa kutipan. (3) Sejarah dari Ibn Abi
Haitsamah (wafat 893 M).
Mu’in Umar menjelaskan,
secara teori penulis-penulis muslim lebih dahulu berkenalan dengan penggunaan
data sejarah dan sejak diperkenalkan tahun Hijriyah, mereka sampai pada
kesimpulan bahwa bentuk analitik merupakan cara yang sangat menyenangkan dalam
penyajian sejarah. Karena kepraktisan dan muatan isi penulisan yang lebih
padat. Mungkin itu yang dijadikan alasan.
Contoh bentuk analitik
ini, di antaranya ditunjukkan oleh Ibn Hajar yang berjudul al-Durar
al-Kaminah fi A’yan al-Miati al-Saminah yang menyajikan biografi
tokoh-tokoh terkemuka, termasuk guru-gurunya yang disusun menurut hijaiyah yang
terdiri dari dua bagian, pertama disajikan menurut riwayah dan kedua
dengan cara dirayah, sesuai tahun mereka meninggal.
Penulisan bentuk analitik,
awalnya menggunakan klasifikasi tahun, sementara penyebutan bulan sangat
sedikit. Terjadi pengecilan scope(lapangan) lintasan waktu, pada abad
14 dan 15 pasca Kristus, pengecilan itu mencapai hitungan bulan dan hari.
Sedangkan kristalisasi historiografi seratustahunan (seabad) berlaku sampai
akhir abad ke-13 masehi. Untuk pertama kali, perkataan “qarn” (abad)
muncul dalam judul yang berhubungan dengan abad itu, misalnya karya Ibn
al-Fuwaithi dan Lisanuddin ibn al-Khatib.
Catatan Dinasti
Tidak ada penulisan
sejarah di masa lalu yang dapat lepas dari intervensi penguasa. Hampir seluruh
catatan sejarah adalah cerita tentang kekuasaan, kemenangan perang dan
kepahlawanan sang pendiri dinasti serta anak cucunya. Bahkan banyak terdapat
biografi-biografi khusus yang menulis tentang raja-raja itu. Misalnya karya
al-Qudla’i yang berjudul ‘Uyun al-Ma’arif. Maka tidak heran jika muncul
adagium bahwa sesungguhnya sejarah adalah milik penguasa. Rakyat kecil maupun
bawahan hanya menjadi footnote (catatan kaki) yang kadang malah tidak
tertulis sama sekali. Namun, bagaimanapun, biografi dinasti dan penguasanya
merupakan sebuah bentuk dasar historiografi Islam.
Perkataan “daulah”
yang berarti peredaran dan pergiliran sebetulnya menjadi dasar kultural
linguistik bagi penulisan model historiografi dinasti ini. Teori penggantian
penguasa seperti pada masa al-Kindi, mengisyaratkan hal itu. Selain juga
terdapat pengaruh yang besar dari budaya intelektual Persia dan Syiah.
Model penulisannya adalah
menurut pergantian kekuasaan khalifah secara berurutan. Misalnya seperti Sinan
ibn Tsabit yang terlebih dahulu menguraikan khalifah al-Mu’tadlid yang semasa
dengannya baru kemudian menguraikan khalifah sebelumnya. Contoh biografi raja
yang komprehensif adalah karya al-Haitsan ibn ‘Adi dan al-Madaini yang berjudul
Biografi Mu’awiyah dan Bani Umayyah pada pertengahan abad kedua
hijriyah (767 M).
Susunan dinasti dalam sejarah Islam sama halnya dengan penyajian sejarah pra Islam
yang ditulis oleh penulis-penulis muslim dalam bentuk bangsa-bangsa dan
dinasti-dinasti. Uraian mengenai sejarah pra Islam pada umumnya mendapat
kesulitan, karena orang Islam tidak pernah menemukan sistem penentuan waktu
untuk periode pra Islam, seperti waktu Sebelum Masehi (SM) yang biasa dipergunakan
oleh penulis-penulis Barat.
Untuk penulisan sejarah
dinasti pra Islam, penulis Arab mendapat kontribusi berarti dari khazanah
Yunani, Byzantium dan Persia. Terdapat juga sedikit tambahan dari India dan
Cina, namun penerjemahan itu kurang begitu lancar sebab jiwa nasionalisme yang
kuat dari sejarawan kala itu macam al-Dinawari dan Miskawayh.
Thabaqat
Thabaqat berarti lapisan. Transisi
masyarakat dari satu lapisan atau kelas dalam penggantian kronologis generasi
mudah dilakukan. Sebagaimana qarn yang mendahului arti thabaqat,
yang dalam penggunaannya berarti generasi. Ahli-ahli leksikografi mencoba
menetapkan ukuran panjang yang pasti dari thabaqat. Sebagian mereka
menentukan suatu lapisan generasi itu 20 tahun sedang lainnya 40 tahun. Ada
juga yang berpendapat thabaqat itu 10 tahun.
Menurut penulis, thabaqat
lebih mirip klasifikasi penulisan sejarah berdasarkan pada “batasan waktu”
hidupnya. Dalam sepuluh tahun pertama, misalnya, terdapat tokoh-tokoh dengan
kesamaan orientasi dan budaya intelektual. Maka jadilah klasifikasi sedemikian
rupa yang selanjutnya ini menjadi metode tersendiri.
Dalam tradisi Islam
sendiri, thabaqat merupakan sesuatu yang amat lazim. Terutama jika
merujuk pada sejarah Muhammad; dalam lingkaran dan lintasan waktu perkembangan
agama Islam, terdapat lapisan shahabat, tab’in, tabi’ al-tabi’in dan
seterusnya. Hal ini berhubungan dengan kritik isnad dalam ‘ulum
al-hadits.
Pada mulanya, sebagai
contoh dalam karya ibn Sa’ad, penyusunan thabaqat dipergunakan sebagai
biografi para penguasa yang penting dalam pemindahan hadits. Dalam sejarah lokal,
semacam karya Washal Sejarah Wasith di dalamnya hanya dibatasi para
perawi hadits. Kemudian dapat dipergunakan untuk kelas-kelas kelompok pribadi
terutama yang tergolong ulama. Selanjutnya juga digunakan untuk klasifikasi
kejadian-kejadian sebagaimana yang terdapat dalam kitab al-Dzahabi yang
berjudul Tarikh al-Islam wa Thabaqati Masyahir al-‘Alam.
Yang penting dalam karya thabaqat
ini ialah untuk memperoleh suatu gambaran yang nyata tentang apa yang
sebenarnya harus dicari dan diteliti. Dalam karya Abu Ishaq yang berjudul Thabaqat
al-Fuqaha’ seseorang menginginkan sebanyak mungkin informasi, sehingga
memungkinkan mereka untuk mendapatkan biografi tokoh dalam suatu wilayah dan
lokasi.
Cara alfabetis penyusunan
biografi ini banyak memberikan kemudahan bagi generasi selanjutnya. Dalam kitab
al-Dibaj yang disusun oleh Ibn Farhun (abad 14 M), ulama-ulama Malikiyah
diuraikan sesuai nama mereka, dan ini dibagi lagi ke dalam thabaqat
kemudian thabaqat disusun menurut geografis.
Nasab
Nasab adalah catatan silsilah
keluarga. Bagi orang Arab, menjaga jalur keturunan, terutama bagi yang
mempunyai nenek moyang tokoh terhormat menyebabkan mereka harus menuliskannya.
Keuntungan posisi dan status sosial ekonomi kadang membuat orang
menyalahgunakan nasab ini. Nasab, kemudian menjadi bentuk dasar bagi
historiografi Islam.
Selama abad kedelapan dan
sembilan masehi, para ahli filsafat sejarah kuno, pada saat yang bersamaan juga
merupakan ahli dalam bidang garis keturunan. Karya-karya mereka merupakan
bentuk khabar yang berisi kumpulan berbagai kelompok kabilah (suku).
Salah satu monograf yang berkenaan dengan garis keturunan yang mula-mula sekali
adalah Kitab Hadzfu min Nasab Quraisy mengenai keluarga kecil suku
Quraisy tanpa nabi Muhammad yang disusun oleh Mu’arrij ibn ‘Amr al-Sadusi.
Selain itu terdapat nama al-Zubair ibn Abu Bakkar (w. 870 M) yang menulis kitab
berjudul Nasab Quraisy, walaupun kitab ini lebih banyak membahas budi
pekerti orang Quraisy daripada pohon keluarganya. Sebuah kitab dari
al-Baladzuri berupa biografi tokoh berjudul Kitab al-Ansab didominasi
biografi khalifah. Bentuknya adalah khabar dan historiografi dinasti.
Bentuk penulisan nasab ini
ada dua. Penulis bermadzhab Syi’ah, Tajuddin ibn Muhammad dalam pengantarnya
untuk kitab Ghayat al-Ikhtishar fi Akhbari al-Buyutati al-‘Alawiyah,
memasukkan dua macam penyajian untuk informasi garis keturunan, yaitu bentuk
pohon dan bentuk mabsuth.
Sebenarnya, orang-orang
Arab sejak masa lalu telah terbiasa membuat jalur keturunannya sendiri, dan ini
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang khusus dan seringkali dihubungkan dengan
syair. Kebanggaan keluarga, sangat tergantung pada apa yang telah dilakukan
nenek moyangnya dalam peristiwa ayyam al-A’rab (perang antara kabilah
Arab) maupun peristiwa lain dan itu disusun dalam bentuk syair . Seorang
sejarawan muslim India, Nizar Ahmed Faruqi dalam disertasinya berjudul Early
Muslim Historiography (1979) menyatakan bahwa nasab merupakan
satu-satunya sumber bagi penyusunan historiografi Islam, dengan mengambil dasar
dari al-Quran surat al-Hujurât [49] ayat 13.
Biografi
Biografi merupakan bentuk
yang bertahan lama di dalam ekspresi sejarah hal ini dapat di simpulkan dari
kejadian-kejadian yang lalu, yang dapat dia ambil dari naskah-naskah
kerajaan atau kesultanan yang berisi mengenai tingkah laku pribadi mereka pada
zamannya.
Biografi sudah merupakan suatu bagian di dalam
historiografi islam semenjak permulanya, bahkan menempati posisi yang
dominan. Di dalam masyarakat islam ada beberapa factor yang menyebabkan
diantaranya:
a) Biografi nabi
Muhammad SAW merupakan sumber utama bagi pembangunan masyarakat islam
b) Meriwayatkan kehidupan
Nabi Muhamaad SAW secara terinci tergantung pada perawi secara
individual, dan apakah riwayatnya itu dapat di terima atau di tolak
tergantung pada data kehidupan perawi tersebut.
c) Perjuangan
dalam menegakan islam sebagian besar ditunjukan , oleh
keunggulan-keunggulan pribadi pemimpinya, yang telah sangat berjasa di dalam
perjuanganya.
Dalam hal ini sirah merupakan fase yang sangat
penting dalam pertumbuhan dan pekembangan historiografi Islam.
akan tetapi, asma’al-rijal yang secara umum membahas tentang biografi para
sahabat, tabiun dan tabi al tabi’in. secara harfiah Asma al- Rijal merupakan
nama-nama para tokoh.
prosedur yang normal penulis-penulis biografi
memulai dari kelhiran dari subjek yang di tulisnya dan di akihiri dengan
kewafatanya ,ini hal yang sudah biasa dalam historiografi islam, dalam hal ini
terlihat dalam kitab Tarikh Baghdad yang di susun oleh Khatib al-Baghdadi
dimana tanggal kelahiran dan kematian di sebutkan masing-masingnya di dalam
permulaan penulisan biografi sebagai karya yang berdiri sendiri biografi di
terbitkan dalam jumlah yang banyak, dimulai dari biografi nabi Muhammad SAW,
ketika kegiatan penerbitan sudah mulai di dunia islam, karya-karya permulaan
mengenai keturunan Ali bin Abi Thalib seperti Husain dan Zaid ibn Ali bila di
lihat dari judulnya terutama tidak berkenaan dengan biografi kepahlawanan
mereka, tetapi lebih banyal menceritakannya sesuai syuhada (saksi kebenaran
dalam islam) yang meninggal di medan perang.sebagai yang layak mempimpin
umatnya sehingga secara historis peristiwa-peristiwa yang di hadapinya lebih
berarti di dalam kehidupanya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan tentang historiografi Islam di masa
klasik dapat disimpulkan bahwa awal muncul historiografi Islam tidak lepas dari
peran seorang Rasul sampai kepada para khalifah dan pemimpin kerajaan di masa
itu. Ini dilihat dari perkembangan biografi, hasil tema dan jalannya
pemerintahan tersebut. Masa ini tidak hanya berhenti sampai di sini saja dan
akan dilanjutkan dengan masa setelah ini ( pertengahan dan modern).
Perkembangan sumber-sumber, biografi dan tema-tema dalam historiografi Islam
pada masa klasik dapat kita lihat dari masa jahiliyah hingga ke masa
disentegrasi. Mungkin itu saja kesimpulan dari kami.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, Yusran,1996. Dirasah
Islamiyah II,Jakarta: PT Raja Grapindo Persada
Azami, 1994. Hadis Nabawi dan Sejarah
Kodifikasinya,Jakarta: PT Pustaka Firdaus
Azyumardi, Azra, 2002. Historiografi
Islam Kontemporer,Jakarta:Pustaka UtamA
Aden Wijdan SZ.dkk.2007.Pemikiran dan Peradaban
Islam.Yogyakarta:Safiria Insania Perss.
http://jelajahsemesta.blogspot.com/2008/05/terpengaruh-budaya-non-arabbentuk-dasar.html
diakses17-06-2014 pada jam 8.59
Danar Widiyanta.2002.Perkembangan Historiografi Tinjauan di
Berbagai Wilayah Dunia.Yogyakarta:Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta.
H.A Muin Umar.1977.Pengantar Historiografi Islam.Jakarta:Bulan
Bintang.
_____________ .1987.Historiografi Islam.Jakarta:Rajawali Pers.
Yatim, Badri, 1997. Historiografi Islam,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar